Senin, 24 Oktober 2011

Premanisme di Ambang Pintu

   Premanisme begitu dekat dan akrab di sekitaran masyarakat yang majemuk dan beragam tingkat perekonomiannya. Ada istilahnya orang kaya, ada juga istilahnya orang miskin. Kaerna inilah, kita mengenal istilah kesenjangan sosial, yang artinya perbdaan yang begitu kontras antara si kaya dan si miskin. Oleh karena itu, banyak cara ditempuh agar si miskin dapat hidup setara dengan si kaya. Dengan cara apapun, walaupun dengan cara yang haram, seperti premanisme.
Ini saya alami ketika saya pergi menuju Universitas Gunadarma menggunakan angkutan umum bernomor 05 jurusan Terminal Bekasi-Cikunir. Terlihat dua orang yang tidak terlihat bagus pakaiannya menaiki angkutam yang saya naiki. Dengan badan sangarnya, mereka meminta uang dengan 'lembut' kepada saya dan salah satu penumpang yang naik dengan saya. Dengan tegas saya katakan, "Tidak!" Tetapi, penumpang lain memberikan uangnya. Hanya saja, salah satu preman tersebut malah bertanya, "Ihklas, nggak?" Tentu, sebagai orang yang terdesak dia mengiyakan saja. Akhirnya, uang pun melayang dari tas penumpang itu. Saya pun tidak bisa berbuat apa-apa.
   Premanisme muncul merupakan akumulasi terdesaknya keadaan ekonomi yang menggelapkan mata hati mereka yang seharusnya bisa berusaha dengan cara positif. Jika dibiarkan terus-menerus, akibatnya bisa fatal. Uang berbagai manusia tak berdosa akan hilang sia-sia. Padahal, bisa saja uang tersebut begitu diperlukan dan sangat mendesak. Selain itu, nama pemerintahan daerah bersangkutan akan tercoreng akibat premanisme dan semakin menurunkan minat pariwisata ke daerah bersangkutan. Jadi, tidak hanya orang biasa yang rugi, tetapi juga pemerintahan secara keseluruhan.
   Solusi paling tepat tidak hanya merazia preman-preman dan menangkapnya, tetapi perlu juga sosialisasi kepada para preman dan masyarakat umum tentang bahaya premanisme. Masyarakat juga perlu mengawasi eksistensi preman agar tidak menggila atau malah justru menularkan budaya preman kepada orang lain. Perlu pula aturan tegas kepada para preman agar mereka jera dan masyarakat tidak mengikuti apa yang dilakukan preman tersebut. Namun, kesadaran hakiki premanlah yang diperlukan agar premanisme bisa diberantas hingga akar-akarnya.

1 komentar: